Jakarta -
Ketentuan aborsi turut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang Undang Kesehatan No.17 Tahun 2023, diperbolehkan dengan dua syarat yakni indikasi kedaruratan medis dan korban tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual.
Pasal 116 jelas mendefinisikan indikasi darurat medis dalam dua hal. Pertama, saat ibu hamil mengalami kondisi yang mengancam jiwa. Kedua, kondisi kesehatan janin dengan cacat bawaan tidak dapat diperbaiki atau tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.
Terkait hal tersebut, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo, SpOG mengatakan aturan aborsi tersebut hanya diperuntukkan dalam keadaan darurat, termasuk wanita yang hamil karena diperkosa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Hasto, yang juga seorang dokter kandungan, wanita yang hamil karena diperkosa bisa sangat terdampak psikisnya.
"Ini darurat sudah diperkosa, dia stres, hamil lagi. Takut stres. Nah dikaji hal ini kalau diperkosa terus stres, kalau tidak diaborsi, dia bisa skizofrenia, bisa depresi, bisa bunuh diri. Sehingga mengancam jiwa. Mengancam keselamatan. Akhirnya ini diputuskan, boleh diaborsi," ucapnya saat ditemui di Kantor BKKBN Pusat, Jakarta Timur, Jumat (9/8/2024).
Aborsi yang dilakukan juga tidak sembarangan. Sebab, ada batas usia yang diperbolehkan untuk melakukan aborsi. Terkait batas usia legal untuk aborsi, dr Hasto menyebut nantinya akan ada regulasi yang lebih teknis dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Untuk diingat, sebenarnya ini bukan kali pertama aborsi diatur oleh pemerintah. Sebelumnya, aturan tentang aborsi menetapkan usia kandungan maksimal 40 hari sebagaimana tercantum pada pasal 31 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Sedangkan pada Undang-undang No 1/2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ditetapkan usia kandungan yang diperbolehkan untuk aborsi pada kondisi khusus tersebut adalah 14 minggu.
Selain wanita hamil yang diperkosa, dr Hasto menyebut ada sejumlah kedaruratan lainnya yang memungkinkan wanita tersebut diperbolehkan aborsi. Khususnya bagi wanita yang mengalami kondisi kesehatan tertentu, serta janin yang tak sempurna. Istilah lainnya, kata dr Hasto, adalah abortus medicinalis atau aborsi dengan alasan darurat kesehatan.
"Misalkan ibu yang sakit jantung. Hamil muda, sakit jantung. Kalau ini diteruskan, jantungnya tambah berat. Dia umur 36 minggu hamil, atau 32 minggu hamil, ibunya bisa tidak selamat," ucapnya.
(suc/up)