Berawal dari inspirasi ternyata bisa menuntun Adang berhasil mengoptimalkan bambu menjadi berbagai jenis kerajinan dan produk olahan makanan dan terkenal hingga di tingkat internasional.
Bermodal uang sendiri, Adang mulai belajar tentang bambu, melakukan serangkaian penelitian dan percobaan semampunya. Sekitar 2013, Adang berhasil membuat biola bambu pertamanya, diikuti alat musik lain seperti gitar dan bas.
Mulanya bambu-bambu itu, kata Adang, adalah hasil meminta dari kebun ke kebun. Kegigihan dan buah karyanya mulai diketahui, hingga ia dan tim pun diundang ke gelaran acara festival musik di Jakarta. Mulanya, Adang merasa minder.
"Tapi ternyata booth kami dipenuhi pengunjung," kata Adang.
Dari sana, biola bambu karya pertamanya dibeli orang Jepang dengan harga Rp 3,5 juta. Gitar bambunya pun ternyata laku di harga Rp 4 juta. Adang pulang membawa Rp 7,5 juta dari Jakarta, yang kemudian dijadikan suntikan modal usaha. Virage Awie yang mulanya dirintis Adang hanya berdua bersama seorang rekanannya, kini bisa menjadi ladang usaha berkelanjutan bagi ratusan orang lainnya.
"Jumlah orang yang turut bekerja mencapai 200 orang, memang tidak semuanya bertahan. Sekarang ada 4 orang yang jadi pemilik Virage Awie ini dengan tim inti 7 orang. Tim lainnya ada 47 orang, belum lagi khusus kelompok usaha ibu-ibu di kuliner itu mencapai 30 orang. Kebanyakan adalah single parent. Ada juga disabilitas yang pernah dilatih hingga 35 orang, dan sekarang yang bekerja di sini ada 8 orang," ujar Adang.
Terkait pemasaran produk, kata Adang, peminat produk-produk bambu karya Virage Awie itu datang tidak hanya dari dalam negeri tapi luar negeri. Bahkan alat musik itu, katanya, 90 persen pembelinya berasal dari luar negeri beberapa di antaranya adalah Jepang, India, Rumania, Jerman, Inggris, Singapura, dan Malaysia.
"Kami kerap diajak pameran oleh BRI di luar negeri, terakhir di Singapura. Dari pameran itu kita bertemu dengan para buyer," katanya.
Saat ini, harga alat musik itu sudah kian meningkat seiring dengan perkembangan kualitasnya. Harga untuk gitar misalnya itu dimulai dari Rp 14 juta-Rp25 juta. Sementara drum bambu bisa mencapai Rp 50 juta.
"Kami produksi secara eksklusif, setahun kami hanya menjual gitar secara terbatas hanya 36 gitar. Pembelinya 90 persen dari luar negeri. Produk kuliner itu itungannya paling baru, mulai benar-benar dipasarkan pada 2022-2023 lalu. Untuk kerajinan bambu lainnya seperti jam tangan itu peminatnya sebagian besar dari dalam negeri," kata Adang.
Terus Berkembang Berkat Pemberdayaan dari BRI
Perjalanan usahanya diakui Adang makin berkembang ketika mendapat dukungan dari BRI. Virage Awi, nama usaha kerajinan bambu milik Adang, diketahui menjadi salah satu klaster usaha binaan BRI. "Tahun itu saya ketemu BRI akhirnya alat musik kami punya HAKI (Hak Kekayaan Intelektual)," kata dia.