Jakarta -
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 pasal 103 ayat 4 terkait penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja dan anak sekolah belakangan memicu pro-kontra di masyarakat. Adanya kekhawatiran lantaran dianggap melegalkan hubungan seksual di usia dini.
Meski begitu, Kementerian Kesehatan RI belakangan sudah meluruskan bahwa pemberian alat kontrasepsi tersebut diperuntukkan bagi mereka yang sudah menikah.
Senada, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo mengatakan pemberian alat kontrasepsi ini memang bisa diberikan pada remaja selama sudah menikah. Hal ini dikarenakan tak sedikit pasangan usia subur atau suami-istri yang berusia di bawah 20 tahun di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada juga yang usianya 14 tahun, 15 tahun, 16 tahun. Dan data BPS yang terakhir itu setiap seribu perempuan ternyata yang sudah hamil dan melahirkan di usia 15-19 tahun jumlahnya 26," katanya saat ditemui di Kantor BKKBN Pusat, Jakarta Timur, Jumat (9/8/2024).
"Kalau BKKBN datanya itu 19 (perempuan per seribu). Jadi kalau paling banyak 26, paling rendahnya 19. Jumlah-jumlahnya itu banyak loh. Setiap seribu perempuan kalau kita tanya hari ini, apakah kamu sudah pernah hamil dan melahirkan pada usia 15-19? Yang jawab ada 19 orang, setiap seribu lho," imbuhnya lagi.
Menurut dr Hasto, apabila keadaan tersebut tak diatur atau dilindungi Undang-Undang, bisa memicu sejumlah risiko. Misalnya seperti kelahiran prematur, berat badan bayi lahir rendah (BBLR), perdarahan persalinan, serta kematian ibu dan bayi.
"Dia ini juga usia sekolah, uusia remaja, sehingga penting sekali untuk mengcover hal itu," lanjutnya lagi.
dr Hasto juga menyebut pemberian alat kontrasepsi di usia remaja dan usia sekolah itu berbeda dengan orang dewasa. Karenanya, penting untuk pendampingan konsultasi dokter dan sebagainya.
"Jangan ngawur, nanti diberi hormon yang tinggi-tinggi dosisnya dan sebagainya. Karena itu mengganggu pertumbuhannya," imbuhnya lagi.
(suc/up)