Jakarta -
Investasi asing maupun dalam negeri di sektor pariwisata Bali semakin menggeliat. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang 2020 hingga 2023, rata-rata investasi domestik dan asing di Bali meningkat masing-masing sebesar 18% (domestik) dan 26% (asing).
Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), pada periode Januari-Juli 2024, sebanyak 9.904.508 wisatawan yang mendatangi Bali. Angka kunjungan tersebut melampaui angka pra-pandemi pada periode yang sama di tahun 2019.
Head of Green Building Council Indonesia sekaligus Pendiri Jimbaran Hijau, Putu Agung Prianta mengatakan, meskipun peningkatan jumlah wisatawan ini merupakan berita baik, namun hal itu membawa tantangan tersendiri. Di mana gemerlapnya industri pariwisata Bali menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian budaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini Bali dinilai sudah dalam fase menghadapi ancaman dari pembangunan yang tidak terkendali untuk menopang industri pariwisata yang berlebih, yang sering kali mengabaikan aspek budaya dan lingkungan.
Mulai dari alih fungsi lahan pertanian untuk pembangunan, tingkat kemacetan yang tinggi, dan isu sampah yang menambah kompleksitas masalah ini. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang 2020 hingga 2023 saja, rata-rata investasi domestik dan asing di Bali meningkat masing-masing sebesar 18% (domestik) dan 26% (asing).
Menurut Agung penting bagi Bali untuk mulai menyusun blueprint mengenai pembangunan Bali kedepan dan kaitannya dengan industri pariwisata Bali.
"Tujuannya untuk menciptakan Bali menjadi tempat yang lebih baik, menciptakan destinasi dan memadukannya dengan kebudayaan, keberlanjutan, inovasi, dan kreativitas. Jika tidak ditangani dengan baik sejak dini, kelak dapat berujung pada erosi budaya yang lebih luas," kata Agung dalam keterangannya, Jumat (9/8/2024).
Keberlangsungan budaya Bali, lanjut Agung, menjadi sangat penting untuk dijaga seiring dengan perkembangan yang pesat. Modernisasi dan globalisasi dikhawatirkan dapat membawa perubahan yang akan mengikis nilai-nilai lokal.
Untuk itu, penting bagi seluruh stakeholder Bali melakukan perencanaan yang baik yang mengadopsi konsep green initiative dan pembangunan yang berkelanjutan yang fokus pada tata letak dan lingkungan. "Jadi masa depan Bali tergantung kita yang ada di ruangan ini. Pelaku pariwisata, investor, dan lainnya bagaimana membentuk Bali," tambah Agung.
Menurut Agung ada tiga poin penting yang perlu dijaga dalam pembangunan Bali. Pertama, melestarikan identitas Bali dengan mempertahankan karakter Bali melalui desain bangunan yang mencerminkan budaya lokal.
Kedua, menghormati budaya dan adat istiadat dengan menjaga tradisi dalam setiap aspek kehidupan. Ketiga, mendukung ekonomi lokal dengan melibatkan komunitas dalam setiap proyek pembangunan.
Agung menambahkan apa yang dialami Bali saat ini sejatinya juga dialami oleh destinasi wisata di berbagai negara lain, salah satunya Barcelona, Spanyol. Di Barcelona, overtourism menyebabkan kemacetan, kenaikan harga properti, polusi, dan hilangnya identitas lokal.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Barcelona menerapkan pembatasan wisatawan, zona wisata, peningkatan fasilitas publik, edukasi terhadap aturan dan kebiasaan pada wisatawan, melakukan diversifikasi destinasi wisata, hingga regulasi pengetatan pembalakan liar.
"Jadi Bali sama sekali tidak antiwisatawan. Justru kita harus mengubah pola pariwisata agar menarik para wisatawan yang berkualitas. Dengan langkah-langkah konkrit, kita dapat berkontribusi pada masa depan Bali yang berkelanjutan," tutup Agung.
(rrd/rir)