DEINDUSTRIALISASI sektor manufaktur yang terjadi saat ini di Tanah Air dinilai tak lepas dari lemahnya koordinasi dan eksekusi kebijakan kementerian di bidang ekonomi. Di bawah Kemenko Perekonomian, mestinya kementerian terkait dapat meningkatkan produksi dalam negeri, bukan tersungkur seperti saat ini.
"Kementerian yang paling bertanggung jawab dalam hal ini ialah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian," ujar pengamat ekonomi Nailul Huda, kemarin.
Hal itu disampaikannya untuk merespons Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia yang dirilis S&P Global. Menurut lembaga pemeringkat itu, aktivitas manufaktur Indonesia pada Juli 2024 mengalami kontraksi dan memicu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Sebuah penurunan pertama setelah tiga tahun berturut-turut sejak Agustus 2021 berada di zona ekspansif.
Baca juga : Pelaku Industri Ingatkan Bakal Terjadi PHK Besar-besaran
Menurut Nailul, tutupnya satu per satu perusahaan padat karya sudah terjadi sejak awal tahun. Hal itu tentunya dibarengi dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.
Industri manufaktur, sambungnya, lesu karena terus berkurangnya pesanan, salah satunya akibat serangan produk impor di dalam negeri.
"Kemenko Perekonomian mestinya bisa mengorkestrasi Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan yang berada di bawahnya agar produk dalam negeri menjadi tuan rumah di negeri sendiri," tegasnya.
Baca juga : Pemerintah Diminta Fokus Berantas Impor Ilegal Penyebab PHK
Secara rinci Nailul menjelaskan, di sisi hulu, Kementerian Perindustrian bertanggung jawab terhadap industri-industri dalam negeri. Sementara di sisi hilir, ada Kementerian Perdagangan yang harusnya mampu melindungi produk-produk dalam negeri.
Akan tetapi, lanjutnya, kedua kementerian itu justru tidak berkoordinasi dengan baik. Kemenko Perekonomian pun tak menjalankan fungsinya sebagai koordinator dua kementerian tersebut.
"Di sisi hulu, Kementerian Perindustrian bertanggung jawab untuk menciptakan iklim industri yang baik bagi industri. Namun jika di sisi hilirnya terganggu, ya akan menurunkan PMI manufaktur. Di hilir ini yang banyak persoalan, yang paling besar adalah regulasi impor yang diperlonggar," jelasnya.
Kamis (8/8), pemerintah akhirnya memperpanjang kebijakan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) terhadap impor sejumlah produk tekstil, salah satu sektor industri yang saat ini tengah tersungkur.
"Sebagai upaya perlindungan dan peningkatan daya saing industri tekstil dalam negeri, pemerintah melanjutkan kebijakan pengenaan BMTP,†kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu di Jakarta. (Van)